Jumat, 26 Oktober 2012

Teori Asal Usul Kehidupan

Tags

I. Paham Abiogenesis

Paham atau teori abiogenesis ini disebut juga paham Generation Spontaneae. Para ilmuwan pendukung paham abiogenesis menyatakan bahwa makhluk hidup yang pertama kali di bumi tersebut dari benda mati / tak hidup yang terjadinya secara spontan, misalnya :

   1. Ikan dan katak berasal dari lumpur.
   2. Cacing berasal dari tanah, dan
   3. Belatung berasal dari daging yang membusuk.
Tokoh: Aristoteles (384-322 SM).

II.            Paham Biogenesis
Para ilmuwan yang dikenal dengan paham abiogenesis menyatakan bahwa makhluk hidup berasal dari makhluk hidup sebelumnya.
Tokoh perintis: ilmuwan Italia bernama Fransisco Redi (1626-1799).
Tokoh lainnya: Lazzaro Spallanzani (Italia, 1729-1799), dan Louis Pasteur (Prancis, 1822-1895).
A)    Percobaan Francesco Redi ( 1626-1697)
Untuk menjawab keragu-raguannya terhadap paham abiogenesis, Francesco Redi mengadakan percobaan. Pada percobaannya Redi menggunakan bahan tiga kerat daging dan tiga toples. Percobaan Redi selengkapnya adalah sebagai berikut : 
·         Stoples I     : diisi dengan sekerat daging, ditutup rapat-rapat.
·         Stoples II    : diisi dengan sekerat daging, dan dibiarkan tetap terbuka.
·         Stoples III  : disi dengan sekerat daging, dibiarkan tetap terbuka.
Selanjutnya ketiga stoples tersebut diletakkan pada tempat yang aman. Setelah beberapa hari, keadaan daging dalam ketiga stoples  tersebut diamati.
Dan hasilnya sebagai berikut:
·         StoplesI  :daging tidak busuk dan pada daging ini tidak ditemukan jentik / larva atau belatung lalat.
·         Stoples II : daging tampak membusuk dan didalamnya ditemukan banyak larva atau belatung lalat.
Berdasarkan hasil percobaan tersebut, Francesco Redi menyimpulkan bahwa larva atau belatung yang terdapat dalam daging busuk di stoples II dan III bukan terbentuk dari daging yang membusuk, tetapi berasal dari telur lalat yang ditinggal pada daging ini ketika lalat tersebut hinggap disitu. Hal ini akan lebih jelas lagi, apabila melihat keadaan pada stoples II, yang tertutup kain kasa. Pada kain kasa penutupnya ditemukan lebih banyak belatung, tetapi pada dagingnya yang membusuk belatung relatif sedikit.

B)    Percobaan Lazzaro Spallanzani ( 1729-1799)
Spallanzani mengadakan percobaan yang pada prinsipnya sama dengan percobaan Francesco Redi, tetapi langkah percobaan Spallanzani lebih sempurna. Sebagai bahan percobaannya, Spallanzani menggunakan air kaldu atau air rebusan daging dan dua buah labu.
Percoban yang dilakukan Spallanzani adalah sebagai berikut:
·            Labu I     :    diisi air 70 cc air kaldu, kemudian dipanaskan 15oC selama beberapa menit dan dibiarkan tetap terbuka.
·           Labu II    :    diisi 70 cc air kaldu, ditutup rapat-rapat dengan sumbat gabus. Pada daerah pertemuan antara gabus dengan mulut labu diolesi paraffin cair agar rapat benar. Selanjutnya, labu dipanaskan.s elanjutnya, labu I dan II didinginkan. Setelah dingin keduanya diletakkan pada tempat terbuka yang bebas dari gangguan hewan dan orang. Setelah lebih kurang satu minggu, diadakan pengamatan terhadap keadaan air kaldu pada kedua labu tersebut.
Hasil percobaannya adalah sebagaiberikut :
·           Labu I      :    air kaldu mengalami perubahan, yaitu airnya menjadi bertambah keruh dan baunya menjadi tidak enak. Setelah diteliti ternyata air kaldu pada labu I ini banyak mengandung mikroba.
·           Labu II    :    air kaldu labu ini tidak mengalami perubahan, artinya tetap jernih seperti semula, baunya juga tetap serta tidak mengandung mikroba. Tetapi, apabila labu ini dibiarkan terbuka lebih lama lagi, ternyata juga banyak mengandung mikroba, airnya berubah menjadi lebih keruh serta baunya tidak enak (busuk).
Berdasarkan hasil percobaan tersebut, Lazzaro Spallanzani menyimpulkan bahwa mikroba yang ada di dalam kaldu tersebut bukan berasal dari air kaldu (benda mati), tetapi berasal dari kehidupan di udara. Jadi, adanya pembusukan karena telah terjadi kontaminasi mikroba dari udara ke dalam air kaldu tersebut.

C)    Percobaan Louis Pasteur (1822-1895)
Pasteur melaksanakan percobaan untuk menyempurnakan percobaan Lazzaro Spallanzani. Dalam percobaanya, Pasteur menggunakan bahan air kaldu dengan alat labu. Langkah-langkah percobaan Pasteur adalah sebagai berikut :
·           Langkah I          :  labu disi 70 cc air kaldu, kemudian ditutup rapat-rapat dengan gabus. Celah antara gabus dengan mulut labu diolesi dengan paraffin cair. Setelah itu pada gabus tersebut dipasang pipa kaca berbentuk leher angsa. Lalu, labu dipanaskan atau disterilkan.
·            Langkah II  :    selanjutnya labu didinginkan dan diletakkan ditempat yang aman. Setelah beberapa hari, keadaan air kaldu diamati. Ternyata air kaldu tersebut tetep jernih dan tidak mengandung mikroorganisme.
·            Langkah III :    labu yang air kaldu didalamnya tetap jernih dimiringkan sampai air kaldu didalamnya mengalir kepermukaan pipa hingga bersentuhan dengan udara. Setelah itu labu diletakkan kembali pada tempat yang aman selama beberapa hari. Kemudian keadaan air kaldu diamati lagi. Ternyata air kaldu didalam labu menjadi busuk dan banyak mengandung mikroorganisme.
Melalui pemanasan terhadap perangkat percobaanya, seluruh mikroorganisme yang terdapat dalam air kaldu akan mati. Disamping itu, akibat lain dari pemanasan adalah terbentuknya uap air pada pipa kaca berbentuk leher angsa. Apabila perangkat percobaan tersebut didinginkan, maka air pada pipa akan mengembun dan menutup lubang pipa tepat pada bagian yang berbentuk leher. Hal ini akan menyebabkan terhambatnya mikroorganisme yang bergentayangan diudara untuk masuk kedalam labu. Inilah yang menyebabkan tetap jernihnya air kaldu pada labu tadi.
Pada saat sebelum pemanasan, udara bebas tetap dapat berhubungan denganr uangan dalam labu. Mikroorganisme yang masuk bersama udara akan mati pada saat pemanasan air kaldu.
Setelah labu dimiringkan hingga air kaldu sampai kepermukan pipa, air kaldu itu akan bersentuhan dengan udara bebas.  
Disini terjadilah kontaminasi mikroorganisme. Ketika labu dikembalikan keposisi semula (tegak), microorganism tadi ikut terbawa masuk.  Sehingga, setelah labu dibiarkan beberapa beberapa waktu air kaldu menjadia keruh, karena adanya pembusukan oleh mikroorganisme tersebut.
Dengan demikian terbuktilah ketidakbenaran paham Abiogenesis atau generation spontanea, yang menyatakan bahwa makhluk hidup berasal dari benda mati yang terjadi secara spontan.

Berdasarkan hasil percobaan Spallanzani dan Pasteur tersebut, maka tumbanglah paham Abiogenesis, dan munculah paham/teori baru tentang asal usul makhluk hidup yang dikenal dengan teori Biogenesis. Teori itu menyatakan :
1.      omnevivum ex ovo = setiap makkhluk hidup berasal dari telur.
2.      Omne ovum ex vivo = setiap telur berasal dari makhluk hidup,  dan
3.      Omnevivum ex vivo = setiap makhluk hidup berasal dari makhluk hidup sebelumnya.

TEORI LAIN

Disamping teori Abiogenesis dan Biogenesis, masih ada lagi beberapa teori tentang asal usul kehidupan yang dikembangkan oleh beberapa Ilmuwan, diantaranya adalah sebagai berikut :
a.        Teori kreasi khas, yang menyatakan bahwa kehidupan diciptakan oleh zat supranatural (Ghaib) pada saat yang istimewa.
b.      Teori Kosmozoan, yang menyatakan bahwa kehidupan yang ada di  planet ini berasal dari mana saja.
c.       Teori Evolusi Kimia, yang menyatakan bahwa kehidupan didunia ini muncul berdasarkan hukum Fisika Kimia.
d.      Teori Keadaan Mantap, menyatakan bahwa kehidupan tidak berasal usul.

TEORI EVOLUSI KIMIA

Harold Urey, Stanley Miller, dan A.I.Oparin. mereka berpendapat bahwa organisme terbentuk pertama kali di bumi ini berupa makhluk bersel satu. Selanjutnya makhluk tersebut mengalami evolusi menjadi berbagai jenis makhluk hidup seperti Protozoa, Porifera, Coelenterata, Mollusca, dan lain-lain.

Para pakar biologi, astronomi, dan geologi sepakat, bahwa planet bumi ini terbentuk kira-kira antara 4,5-5 miliar tahun yang lalu. Pada saat itu suhu planet bumi diperkirakan 4.000-8.000oC. pada saat mulai mendingin, senyawa karbon beserta beberapa unsur logam mengembun membentuk inti bumi, sedangkan permukaannya tetap gersang, tandus, dan tidak datar. Karena adanya kegiatan vulkanik, permukaan bumi yang masih lunak tersebut bergerak dan berkerut terus menerus. Ketika mendingin, kulit bumi tampak melipat-lipat dan pecah.

Pada saat itu, kondisi atmosfer bumi juga berbeda denagn kondisi saat ini. Atmosfer bumi hanya tersusun atas uap air (H2O), Amonia (NH3), Metan (CH4), dan Karbondioksida (CO2). Gas-gas ringan seperti Hidrogen (H2), Nitrogen (N2), Oksigen (O2), Helium (He), dan Argon (Ar) lepas meninggalkan bumi karena gaya gravitasi bumi tidak mampu manahannya.
Ketika suhu atmosfer turun sekitar 100oC terjadilah hujan air mendidih. Peristiwa ini berlangsung selama ribuan tahun. Dalam keadaan semacam ini pasti bumi saat itu belum dihuni kehidupan. Namun, kondisi semacam itu memungkinkan berlangsungnya reaksi kimia, karena tersedianya zat (materi) dan energi yang berlimpah.

A)   Teori Evolusi Kimia Menurut Harold Urey (1893)

Harold Urey adalah ahli Kimia berkebangsaan Amerika Serikat. Dia menyatakan bahwa pada suatu saat atmosfer bumi kaya akan molekul zat seperti Metana (CH4), Uap air (H2O), Amonia(NH2), dan karbon dioksida (CO2) yang semuanya berbentuk uap. Karena adanya pengaruh energi radiasi sinar kiosmis serta aliran listrik halilintar terjadilah reaksi diantara zat-zat tersebut menghasilkan zat-zat hidup. Teori evolusi Kimia dari Urey tersebut biasa dikenal dengan teori Urey.

Menurut Urey, zat hidup yang pertama kali terbentuk mempunyai susunan menyerupai virus saat ini. Zat hidup tersebut selama berjuta-juta tahun mengalami perkembangan menjadi berbagai jenis makhluk hidup. Menurut Urey, terbentuknya makhluk hidup dari berbagai molekul zat di atmosfer tersebut didukung kondisi sebagai berikut :
 a)     kondisi  1 : tersedianya molekul-molekul Metana, Amonia, Uap air, dan hydrogen yang sangat banyak di atmosfer bumi
b)    kondisi 2 : adanya bantuan energi yang timbul dari aliran listrik halilintar dan radiasi sinar kosmis yang menyebabkan zat-zat tersebut bereaksi membentuk molekul zat yang lebih besar,
c)     kondisi 3 : terbentuknya zat hidup yang paling secerhana yang susunan kimianay dapat disamakan dengan susunan kimia virus, dan
d)     kondisi 4 : dalam jangka waktu yang lama (berjuta-juta tahun), zat idup yang terbentuk tadi berkembang menjadi seejnis organisme (makhluk hidup yang lebih kompleks).

B)    Eksperimen Stanley Miller

Miller adalah murid Harold Urey yang juga tertarik terhadap masalah asal usul kehidupan. Didasarkan informasi tentang keadaan planet bumi saat awal terbentuknya, yakni tentang keadaan suhu, gas-gas yang terdapat pada atmosfer waktu itu, dia mendesain model alat laboratorium sederhana yang dapat digunakan untuk membuktikan hipotesis Harold Urey.

Kedalam alat yang diciptakannya, Miller memasukan gas Hidrogen, Metana, Amonia, dan Air. Alat tersebut juaga dipanasi selama seminggu, sehingga gas-gas tersebut dapat bercampur didalamnya. Sebagai pengganti energi aliran listrik halilintar, Miller mengaliri perangkat alat tersebut dengan loncatan listrik bertegangan tinggi. Adanya aliran listrik bertegangan tinggi tersebut menyebabkan gas-gas dalam alat Miller bereaksi membentuk suatu zat baru. Kedalam perangkat juga dilakukan pendingin, sehingga gas-gas hasil reaksi dapat mengembun.

Pada akhir minggu, hasil pemeriksaan terhadap air yang tertampung dalam perangkap embun dianalisis secar kosmografi. Ternyata air tersebut mengandung senyawa organic sederhana, seperti asam amino, adenine, dan gula sederhana seperti ribose. Eksperimen Miller ini dicoba beberapa pakar lain, ternyata hasilnya sama. Bial dalam perangkat eksperimen tersebut dimasukkan senyawa fosfat, ternyata zat-zat yang dihasilkan mengandung ATP, yakni suatu senyawa yang berkaitan dengan transfer energi dalam kehidupan. Lembaga cpenelitian lain, dalam penelitiannya menghasilkan senyawa-senyawa nukleotida.

Nukleotida adalah suatu senyawa penyusun utama ADN (Asam Deoksiribose Nukleat) dan ARN (Asam Ribose Nukleat), yaitu senaywa khas dalam inti sel yang mengendalikan aktivitas sel dan pewarisan sifat.

Eksperimen Miller dapat memberiakn petunjuk bahwa satuan- satuan kompleks didalam sistem kehidupan seperti Lipida, Karbohidrat, Asam Amino, Protein, Mukleotida dan lain-lainnya dapat terbentuk dalam kondisi abiotik. Teori yang terus berulang kali diuji ini diterima para ilmuwan secara luas. Namun, hingga kini masalah utama tentang asal-usul kehidupan tetap merupakan rahasia alam yang belum terjawab. Hasil yang mereka buktikan barulah mengetahui terbentuknya senyawa organik secara bertahap, yakni dimulai dari bereaksinya gas-gas diatmosfer purba dengan energi listrik halilintar. Selanjutnay semua senyawa tersebut bereaksi membentuk senyawa yang lebih kompleks dan terkurung dilautan. Akhirnay membentuk senyawa yang merupakan komponen sel.

TEOI EVOLUSI BIOLOGI

Alexander Oparin adalah Ilmuwan Rusia. Didalam bukunya yang berjudul The Origin of Life(Asal Usul Kehidupan). Oparin menyatakan bahwa paad suatu ketika atmosfer bumi kaya akan senyawa uap air, CO2, CH4, NH3, dan Hidrogen. Karena adanya energi radiasi benda-benda angkasa yang amat kaut, seperti sinar Ultraviolet, memungkinkan senyawa-senyawa sederhana tersebut membentuk senyawa organik atau senyawa hidrokarbon yang lebih kompleks. Proses reaksi tersebut berlangsung dilautan.

Senyawa kompleks yang mula-mula terbentuk diperkirakan senyawa aseperti Alkohol (H2H5OH), dan senyawa asam amino yang paling sederhana. Selama berjuta-juta tahun, senyawa sederhana tersebut bereaksi membentuk senyawa yang lebih kompleks, Gliserin, Asam organik, Purin dan Pirimidin. Senyawa kompleks tersebut merupakan bahan pembentuk sel.

Menurut Oparin senyawa kompleks tersebut sangat berlimpah dilautan maupun di permukaan daratan. Adanya energi yang berlimpah, misalnya sinar Ultraviolet, dalam jangka waktu yang amat panjang memungkinkan lautan menjadi timbunan senyawa organik yang merupakan sop purba atau Sop Primordial.

Senyawa kompleks yang tertimbun membentuk sop purba di lautan tersebut selanjutnya berkembang sehingga memiliki kemampuan dan sifat sebagai berikut :
A.   memiliki sejenis membran yang mampu memisahkan ikatan-ikatan kompleks yang terbentuk dengan molekul-molekul organik yang terdapat disekelilingnya;
B.   memiliki kemampuan untuk menyerap dan mengeluarkan molekil-molekul dari dan ke sekelilingnya;
C.   memiliki kemampuan untuk memanfaatkan molekul-molekul yang diserap sesuai denagn pola-pola ikatan didalamnya;
D.   mempunyai kemampuan untuk memisahkan bagian-bagian dari ikatan-ikatannya. Kemampuan semacam ini oleh para ahli dianggap sebagai kemampuan untuk berkembang biak yang pertama kali.
Senyawa kompleks dengan sifat-sifat tersebut diduga sebagai kehidupan yang pertamakali terbentuk. Jadi senyawa kompleks yang merupakan perkembangan dari sop purba tersebut telah memiliki sifat-sifat hidup seperti nutrisi, ekskresi, mampu mengadan metabolisme, dan mempunayi kemampuan memperbanyak diri atau reproduksi.

Walaupun dengan adanya senyawa-senyawa sederhana serta energi yang berlimpah sehingga dilautan berlimpah senyawa organik yang lebih kompleks, namun Oparin mengalami kesulitan untuk menjelaskan mengenai mekanisme transformasi dari molekul-molekul protein sebagai abenda tak hidup kebenda hidup. Bagaimana senyawa-senyawa organik sop purba tersebut dapat memiliki kemampuan seperti tersebut diatas? Oparin menjelaskan sebagai berikut :
Protein sebagai senyawa yang bersifat Zwittwer Ion, dapat membentuk kompleks koloid hidrofil (menyerap air), sehingga molekul protein tersebut dibungkus oleh molekul air. Gumpalan senyawa kompleks tersebut dapat lepas dari cairan dimana dia berada dan membentuk emulsi. Penggabunagn struktur emulsi ini akan menghasilkan koloid yang terpiah dari fase cair dan membentuk timbuna gumpalan atau Koaservat.

Timbunan Koaservat yang kaya berbagai kompleks organik tersebut memungkinkan terjadinya pertukaran substansi dengan lingkungannya. Di samping itu secara selektif gumpalan Koaservat tersebut memusatkan senyawa-senyawa lain kedalamnya terutama Kristaloid. Komposisi gumpalan koloid tersebut bergantung kepada komposisi mediumnya. Dengan demikian, perbedaan komposisi medium akan menyebabkan timbulnya variasi pada komposisi sop purba. Variasi komposisi sop purba diberbagai areal akan mengarah kepada terbentuknya komposisi kimia Koaservat yang merupakan penyedia bahan mentah untuk proses biokimia.

Tahap selanjutnya substansi didalam Koaservat membentuk enzim. Di sekeliling perbatasan antara Koaservat dengan lingkungannya terjadi penjajaran molekul-molekul Lipida dan protein sehingga terbentuklah selaput sel primitif. Terbentuknya selaput sel primitif ini memungkinkan memberikan stabilitas pada koaservat. Dengan demikian, kerjasama antara molekul-molekul yang telah ada sebelumnya yang dapat mereplikasi diri kedalam koaservat dan penagturan kembali Koaservat yang terbungkus lipida amat mungkin akan mnghasilkan sel primitif.

Kemampuan koaservat untuk menyerap zat-zat dari medium memungkinkan bertambah besarnya ukuran koaservat. Kemungkinan selanjutnya memungkinkan terbentuknya organisme Heterotropik yang mampu mereplikasi diri dan mendapatkan bahan makanan dari sop Primordial yang kaya akan zat-zat organik.

Teori evolusi biologi ini banyak diterima oleh pakar Ilmuwan. Namun, tidak sedikit Ilmuwan yang membantah tentang interaksi molekul secara acak yang dapat menjadi awal terbentuknya organisme hidup.

Teori evolusi kimia dan teori evolusi biologi banyak pendukungnya, namun baru teori evolusi kimia yang telah dibuktikan secara eksperimental, sedangkan teori evolusi biologi belum ada yang menguji secara eksperimental.

Seandainya apa yang dikemukakan dua teori tersebut benar, tetapi belum mampu menjelaskan bagaimana dan dari mana kehidupan diplanet bumi ini pertama kali muncul. Yang perlu diingat adalah bahwa kehidupan adalah tidak hanya menyangkut masalah replikas; (penggandaan diri) atau masalah kehidupan biologis saja, tetapi juga menyangkut masalah kehidupan rohani. Tentang teori asal usul kehidupan yang menyatakan organisme pertamakali terbentuk dilautan bisa dipahami dari sudut biologi, karena molekul-molekul organik yang merupakan sop purba itu tertumpuk dilaut.


EmoticonEmoticon