I. Paham Abiogenesis
Paham atau teori abiogenesis ini disebut juga paham Generation Spontaneae. Para ilmuwan pendukung paham abiogenesis menyatakan bahwa makhluk hidup yang pertama kali di bumi tersebut dari benda mati / tak hidup yang terjadinya secara spontan, misalnya :
1. Ikan dan katak berasal dari lumpur.
2. Cacing berasal dari tanah, dan
3. Belatung berasal dari daging yang membusuk.
Tokoh: Aristoteles (384-322 SM).
II. Paham Biogenesis
Para ilmuwan yang dikenal dengan paham abiogenesis
menyatakan bahwa makhluk
hidup berasal dari makhluk hidup sebelumnya.
Tokoh perintis: ilmuwan Italia bernama Fransisco Redi (1626-1799).
Tokoh lainnya: Lazzaro Spallanzani (Italia, 1729-1799), dan
Louis Pasteur (Prancis, 1822-1895).
A) Percobaan Francesco Redi ( 1626-1697)
Untuk menjawab keragu-raguannya
terhadap paham abiogenesis, Francesco Redi mengadakan percobaan. Pada percobaannya
Redi menggunakan bahan tiga kerat daging dan tiga toples. Percobaan Redi selengkapnya
adalah sebagai berikut :
·
Stoples
I : diisi dengan sekerat daging, ditutup rapat-rapat.
·
Stoples
II : diisi dengan sekerat daging, dan dibiarkan tetap terbuka.
·
Stoples III : disi
dengan sekerat daging, dibiarkan tetap terbuka.
Selanjutnya ketiga stoples
tersebut diletakkan pada tempat yang aman. Setelah beberapa hari, keadaan daging
dalam ketiga stoples tersebut diamati.
Dan hasilnya sebagai berikut:
·
StoplesI :daging
tidak busuk dan pada daging ini tidak ditemukan jentik / larva atau belatung lalat.
·
Stoples II : daging tampak
membusuk dan didalamnya ditemukan banyak larva atau belatung lalat.
Berdasarkan hasil percobaan
tersebut, Francesco Redi menyimpulkan bahwa larva atau belatung yang terdapat dalam
daging busuk di stoples II dan III bukan terbentuk dari daging yang membusuk,
tetapi berasal dari telur lalat yang ditinggal pada daging ini ketika lalat tersebut
hinggap disitu. Hal ini akan lebih jelas lagi, apabila melihat keadaan pada stoples
II, yang tertutup kain kasa. Pada kain kasa penutupnya ditemukan lebih banyak belatung,
tetapi pada dagingnya yang membusuk belatung relatif sedikit.
B) Percobaan Lazzaro Spallanzani ( 1729-1799)
Spallanzani mengadakan
percobaan yang pada prinsipnya sama dengan percobaan Francesco Redi, tetapi langkah
percobaan Spallanzani lebih sempurna. Sebagai bahan percobaannya, Spallanzani menggunakan
air kaldu atau air rebusan daging dan dua buah labu.
Percoban yang
dilakukan Spallanzani adalah sebagai berikut:
·
Labu I : diisi air 70 cc air kaldu, kemudian dipanaskan
15oC selama beberapa menit dan dibiarkan tetap terbuka.
·
Labu II : diisi
70 cc air kaldu, ditutup rapat-rapat dengan sumbat gabus. Pada daerah pertemuan
antara gabus dengan mulut labu diolesi paraffin cair agar rapat benar.
Selanjutnya, labu dipanaskan.s elanjutnya, labu I dan II didinginkan. Setelah dingin
keduanya diletakkan pada tempat terbuka yang bebas dari gangguan hewan dan
orang. Setelah lebih kurang satu minggu, diadakan pengamatan terhadap keadaan
air kaldu pada kedua labu tersebut.
Hasil percobaannya adalah
sebagaiberikut :
·
Labu I : air
kaldu mengalami perubahan, yaitu airnya menjadi bertambah keruh dan baunya menjadi
tidak enak. Setelah diteliti ternyata air kaldu pada labu I ini banyak mengandung
mikroba.
·
Labu II : air
kaldu labu ini tidak mengalami perubahan, artinya tetap jernih seperti semula,
baunya juga tetap serta tidak mengandung mikroba. Tetapi, apabila labu ini dibiarkan
terbuka lebih lama lagi, ternyata juga banyak mengandung mikroba, airnya berubah
menjadi lebih keruh serta baunya tidak enak (busuk).
Berdasarkan hasil percobaan
tersebut, Lazzaro Spallanzani menyimpulkan bahwa mikroba yang ada di dalam kaldu
tersebut bukan berasal dari air kaldu (benda mati), tetapi berasal dari kehidupan
di udara. Jadi, adanya pembusukan karena telah terjadi kontaminasi mikroba dari
udara ke dalam air kaldu tersebut.
C) Percobaan Louis Pasteur (1822-1895)
Pasteur melaksanakan percobaan
untuk menyempurnakan percobaan Lazzaro Spallanzani. Dalam percobaanya, Pasteur
menggunakan bahan air kaldu dengan alat labu. Langkah-langkah percobaan Pasteur
adalah sebagai berikut :
·
Langkah I : labu
disi 70 cc air kaldu, kemudian ditutup rapat-rapat dengan gabus. Celah antara gabus
dengan mulut labu diolesi dengan paraffin cair. Setelah itu pada gabus tersebut
dipasang pipa kaca berbentuk leher angsa. Lalu, labu dipanaskan atau disterilkan.
·
Langkah II : selanjutnya
labu didinginkan dan diletakkan ditempat yang aman. Setelah beberapa hari,
keadaan air kaldu diamati. Ternyata air kaldu tersebut tetep jernih dan tidak mengandung
mikroorganisme.
·
Langkah III : labu
yang air kaldu didalamnya tetap jernih dimiringkan sampai air kaldu didalamnya mengalir
kepermukaan pipa hingga bersentuhan dengan udara. Setelah itu labu diletakkan kembali
pada tempat yang aman selama beberapa hari. Kemudian keadaan air kaldu diamati lagi.
Ternyata air kaldu didalam labu menjadi busuk dan banyak mengandung mikroorganisme.
Melalui pemanasan terhadap
perangkat percobaanya, seluruh mikroorganisme yang terdapat dalam air kaldu akan
mati. Disamping itu, akibat lain dari pemanasan adalah terbentuknya uap air
pada pipa kaca berbentuk leher angsa. Apabila perangkat percobaan tersebut didinginkan,
maka air pada pipa akan mengembun dan menutup lubang pipa tepat pada bagian
yang berbentuk leher. Hal ini akan menyebabkan terhambatnya mikroorganisme yang
bergentayangan diudara untuk masuk kedalam labu. Inilah yang menyebabkan tetap jernihnya
air kaldu pada labu tadi.
Pada saat sebelum pemanasan,
udara bebas tetap dapat berhubungan denganr uangan dalam labu. Mikroorganisme
yang masuk bersama udara akan mati pada saat pemanasan air kaldu.
Setelah labu dimiringkan
hingga air kaldu sampai kepermukan pipa, air kaldu itu akan bersentuhan dengan udara
bebas.
Disini terjadilah kontaminasi
mikroorganisme. Ketika labu dikembalikan keposisi semula (tegak), microorganism
tadi ikut terbawa masuk. Sehingga, setelah labu dibiarkan beberapa beberapa
waktu air kaldu menjadia keruh, karena adanya pembusukan oleh mikroorganisme tersebut.
Dengan demikian terbuktilah
ketidakbenaran paham Abiogenesis atau generation
spontanea, yang menyatakan bahwa makhluk hidup berasal dari benda mati yang
terjadi secara spontan.
Berdasarkan hasil percobaan Spallanzani dan Pasteur
tersebut, maka tumbanglah paham Abiogenesis, dan munculah paham/teori baru tentang
asal usul makhluk hidup yang dikenal dengan teori Biogenesis. Teori itu menyatakan
:
1. omnevivum
ex ovo = setiap makkhluk hidup berasal dari telur.
2. Omne
ovum ex vivo = setiap telur berasal dari makhluk hidup, dan
3. Omnevivum
ex vivo = setiap makhluk hidup berasal dari makhluk hidup sebelumnya.
TEORI LAIN
Disamping teori Abiogenesis dan Biogenesis, masih ada
lagi beberapa teori tentang asal usul kehidupan yang dikembangkan oleh beberapa Ilmuwan, diantaranya adalah sebagai berikut
:
a. Teori
kreasi khas, yang menyatakan bahwa kehidupan diciptakan oleh zat
supranatural (Ghaib) pada saat yang istimewa.
b. Teori Kosmozoan, yang menyatakan
bahwa kehidupan yang ada di planet ini berasal dari mana saja.
c. Teori Evolusi Kimia, yang menyatakan
bahwa kehidupan didunia ini muncul berdasarkan hukum Fisika Kimia.
d. Teori Keadaan
Mantap, menyatakan bahwa kehidupan tidak berasal usul.
TEORI EVOLUSI
KIMIA
Harold Urey, Stanley
Miller, dan A.I.Oparin. mereka berpendapat bahwa organisme terbentuk
pertama kali di bumi ini berupa makhluk bersel satu. Selanjutnya makhluk
tersebut mengalami evolusi menjadi berbagai jenis makhluk hidup seperti
Protozoa, Porifera, Coelenterata, Mollusca, dan lain-lain.
Para pakar biologi, astronomi, dan geologi sepakat, bahwa
planet bumi ini terbentuk kira-kira antara 4,5-5 miliar tahun yang lalu. Pada
saat itu suhu planet bumi diperkirakan 4.000-8.000oC. pada saat
mulai mendingin, senyawa karbon beserta beberapa unsur logam mengembun
membentuk inti bumi, sedangkan permukaannya tetap gersang, tandus, dan tidak
datar. Karena adanya kegiatan vulkanik, permukaan bumi yang masih lunak
tersebut bergerak dan berkerut terus menerus. Ketika mendingin, kulit bumi
tampak melipat-lipat dan pecah.
Pada saat itu, kondisi atmosfer bumi juga berbeda denagn
kondisi saat ini. Atmosfer bumi hanya tersusun
atas uap air (H2O), Amonia (NH3), Metan (CH4),
dan Karbondioksida (CO2).
Gas-gas ringan seperti Hidrogen (H2), Nitrogen (N2),
Oksigen (O2), Helium (He), dan Argon (Ar) lepas meninggalkan bumi karena gaya gravitasi bumi tidak mampu manahannya.
Ketika suhu atmosfer turun sekitar 100oC
terjadilah hujan air mendidih. Peristiwa ini berlangsung selama ribuan tahun.
Dalam keadaan semacam ini pasti bumi saat itu belum dihuni kehidupan. Namun,
kondisi semacam itu memungkinkan berlangsungnya reaksi kimia, karena tersedianya zat (materi) dan energi yang berlimpah.
A) Teori Evolusi Kimia Menurut Harold Urey (1893)
Harold Urey adalah
ahli Kimia berkebangsaan Amerika Serikat. Dia menyatakan bahwa pada suatu saat
atmosfer bumi kaya akan molekul zat seperti Metana (CH4), Uap air (H2O),
Amonia(NH2), dan karbon dioksida (CO2) yang semuanya berbentuk uap. Karena
adanya pengaruh energi radiasi sinar kiosmis serta aliran listrik halilintar
terjadilah reaksi diantara zat-zat tersebut menghasilkan zat-zat hidup. Teori
evolusi Kimia dari Urey tersebut biasa dikenal dengan teori Urey.
Menurut Urey, zat
hidup yang pertama kali terbentuk mempunyai susunan menyerupai virus saat ini.
Zat hidup tersebut selama berjuta-juta tahun mengalami perkembangan menjadi
berbagai jenis makhluk hidup. Menurut Urey, terbentuknya makhluk hidup dari
berbagai molekul zat di atmosfer tersebut didukung kondisi sebagai berikut :
a)
kondisi 1 : tersedianya molekul-molekul Metana, Amonia, Uap air, dan
hydrogen yang sangat banyak di atmosfer bumi
b) kondisi 2 : adanya bantuan energi yang timbul dari
aliran listrik halilintar dan radiasi sinar kosmis yang menyebabkan zat-zat
tersebut bereaksi membentuk molekul zat yang lebih besar,
c) kondisi 3 : terbentuknya zat hidup yang paling
secerhana yang susunan kimianay dapat disamakan dengan susunan kimia virus, dan
d) kondisi 4 : dalam jangka waktu yang lama
(berjuta-juta tahun), zat idup yang terbentuk tadi berkembang menjadi seejnis
organisme (makhluk hidup yang lebih kompleks).
B) Eksperimen Stanley Miller
Miller adalah
murid Harold Urey yang juga tertarik terhadap masalah asal usul kehidupan.
Didasarkan informasi tentang keadaan planet bumi saat awal terbentuknya, yakni
tentang keadaan suhu, gas-gas yang terdapat pada atmosfer waktu itu, dia
mendesain model alat laboratorium sederhana yang dapat digunakan untuk
membuktikan hipotesis Harold Urey.
Kedalam alat yang
diciptakannya, Miller memasukan gas Hidrogen, Metana, Amonia, dan Air. Alat
tersebut juaga dipanasi selama seminggu, sehingga gas-gas tersebut dapat
bercampur didalamnya. Sebagai pengganti energi aliran listrik halilintar,
Miller mengaliri perangkat alat tersebut dengan loncatan listrik bertegangan
tinggi. Adanya aliran listrik bertegangan tinggi tersebut menyebabkan gas-gas
dalam alat Miller bereaksi membentuk suatu zat baru. Kedalam perangkat juga
dilakukan pendingin, sehingga gas-gas hasil reaksi dapat mengembun.
Pada akhir minggu,
hasil pemeriksaan terhadap air yang tertampung dalam perangkap embun dianalisis
secar kosmografi. Ternyata air tersebut mengandung senyawa organic sederhana,
seperti asam amino, adenine, dan gula sederhana seperti ribose. Eksperimen
Miller ini dicoba beberapa pakar lain, ternyata hasilnya sama. Bial dalam
perangkat eksperimen tersebut dimasukkan senyawa fosfat, ternyata zat-zat yang
dihasilkan mengandung ATP, yakni suatu senyawa yang berkaitan dengan transfer
energi dalam kehidupan. Lembaga cpenelitian lain, dalam penelitiannya
menghasilkan senyawa-senyawa nukleotida.
Nukleotida adalah
suatu senyawa penyusun utama ADN (Asam Deoksiribose Nukleat) dan ARN (Asam
Ribose Nukleat), yaitu senaywa khas dalam inti sel yang mengendalikan aktivitas
sel dan pewarisan sifat.
Eksperimen Miller
dapat memberiakn petunjuk bahwa satuan- satuan kompleks didalam sistem
kehidupan seperti Lipida, Karbohidrat, Asam Amino, Protein, Mukleotida dan
lain-lainnya dapat terbentuk dalam kondisi abiotik. Teori yang terus berulang
kali diuji ini diterima para ilmuwan secara luas. Namun, hingga kini masalah
utama tentang asal-usul kehidupan tetap merupakan rahasia alam yang belum
terjawab. Hasil yang mereka buktikan barulah mengetahui terbentuknya senyawa
organik secara bertahap, yakni dimulai dari bereaksinya gas-gas diatmosfer
purba dengan energi listrik halilintar. Selanjutnay semua senyawa tersebut
bereaksi membentuk senyawa yang lebih kompleks dan terkurung dilautan. Akhirnay
membentuk senyawa yang merupakan komponen sel.
TEOI EVOLUSI
BIOLOGI
Alexander Oparin adalah Ilmuwan
Rusia. Didalam bukunya yang berjudul The Origin of Life(Asal Usul Kehidupan).
Oparin menyatakan bahwa paad suatu ketika atmosfer bumi kaya akan senyawa uap
air, CO2, CH4, NH3, dan Hidrogen. Karena adanya
energi radiasi benda-benda angkasa yang amat kaut, seperti sinar Ultraviolet,
memungkinkan senyawa-senyawa sederhana tersebut membentuk senyawa organik atau
senyawa hidrokarbon yang lebih kompleks. Proses reaksi tersebut berlangsung
dilautan.
Senyawa kompleks yang mula-mula terbentuk diperkirakan
senyawa aseperti Alkohol (H2H5OH), dan senyawa asam amino
yang paling sederhana. Selama berjuta-juta tahun, senyawa sederhana tersebut
bereaksi membentuk senyawa yang
lebih kompleks, Gliserin, Asam organik, Purin dan Pirimidin. Senyawa kompleks
tersebut merupakan bahan pembentuk sel.
Menurut Oparin senyawa kompleks tersebut sangat berlimpah
dilautan maupun di permukaan daratan. Adanya energi yang berlimpah, misalnya
sinar Ultraviolet, dalam jangka waktu yang amat panjang memungkinkan lautan
menjadi timbunan senyawa organik yang merupakan sop purba atau Sop
Primordial.
Senyawa kompleks yang tertimbun membentuk sop purba di
lautan tersebut selanjutnya berkembang sehingga memiliki kemampuan dan sifat
sebagai berikut :
A. memiliki sejenis membran yang mampu
memisahkan ikatan-ikatan kompleks yang terbentuk dengan molekul-molekul organik
yang terdapat disekelilingnya;
B. memiliki kemampuan untuk menyerap dan mengeluarkan
molekil-molekul dari dan ke sekelilingnya;
C. memiliki kemampuan untuk memanfaatkan molekul-molekul
yang diserap sesuai denagn pola-pola ikatan didalamnya;
D. mempunyai kemampuan untuk memisahkan bagian-bagian dari
ikatan-ikatannya. Kemampuan semacam ini oleh para ahli dianggap sebagai
kemampuan untuk berkembang biak yang pertama kali.
Senyawa kompleks dengan sifat-sifat tersebut diduga
sebagai kehidupan yang pertamakali terbentuk. Jadi senyawa kompleks yang
merupakan perkembangan dari sop purba tersebut telah memiliki sifat-sifat hidup
seperti nutrisi, ekskresi, mampu mengadan metabolisme, dan mempunayi kemampuan
memperbanyak diri atau reproduksi.
Walaupun dengan adanya senyawa-senyawa sederhana serta
energi yang berlimpah sehingga dilautan berlimpah senyawa organik yang lebih kompleks,
namun Oparin mengalami kesulitan untuk menjelaskan mengenai mekanisme
transformasi dari molekul-molekul protein sebagai abenda tak hidup kebenda
hidup. Bagaimana senyawa-senyawa organik sop purba tersebut dapat memiliki kemampuan
seperti tersebut diatas? Oparin menjelaskan sebagai berikut :
Protein sebagai senyawa yang bersifat Zwittwer Ion, dapat
membentuk kompleks koloid hidrofil (menyerap air), sehingga molekul protein
tersebut dibungkus oleh molekul air. Gumpalan senyawa kompleks tersebut dapat
lepas dari cairan dimana dia berada dan membentuk emulsi. Penggabunagn struktur
emulsi ini akan menghasilkan koloid yang terpiah dari fase cair dan membentuk
timbuna gumpalan atau Koaservat.
Timbunan Koaservat yang kaya berbagai kompleks organik
tersebut memungkinkan terjadinya pertukaran substansi dengan lingkungannya. Di
samping itu secara selektif gumpalan Koaservat tersebut memusatkan
senyawa-senyawa lain kedalamnya terutama Kristaloid. Komposisi gumpalan koloid
tersebut bergantung kepada komposisi mediumnya. Dengan
demikian, perbedaan komposisi medium akan menyebabkan timbulnya variasi
pada komposisi sop purba. Variasi komposisi sop purba diberbagai areal akan
mengarah kepada terbentuknya komposisi kimia Koaservat yang merupakan penyedia
bahan mentah untuk proses biokimia.
Tahap selanjutnya substansi didalam Koaservat membentuk
enzim. Di sekeliling perbatasan antara Koaservat dengan lingkungannya terjadi
penjajaran molekul-molekul Lipida dan protein sehingga terbentuklah selaput sel
primitif. Terbentuknya selaput sel primitif ini memungkinkan memberikan
stabilitas pada koaservat. Dengan demikian, kerjasama antara molekul-molekul
yang telah ada sebelumnya yang dapat mereplikasi diri kedalam koaservat dan
penagturan kembali Koaservat yang terbungkus lipida amat mungkin akan
mnghasilkan sel primitif.
Kemampuan koaservat untuk menyerap zat-zat dari medium
memungkinkan bertambah besarnya ukuran koaservat. Kemungkinan selanjutnya
memungkinkan terbentuknya organisme Heterotropik yang mampu mereplikasi diri
dan mendapatkan bahan makanan dari sop Primordial yang kaya akan zat-zat
organik.
Teori evolusi biologi ini banyak diterima oleh pakar Ilmuwan. Namun, tidak sedikit Ilmuwan yang membantah
tentang interaksi molekul secara acak yang dapat menjadi awal terbentuknya
organisme hidup.
Teori evolusi kimia dan teori evolusi biologi banyak
pendukungnya, namun baru teori evolusi kimia yang telah dibuktikan secara
eksperimental, sedangkan teori evolusi biologi belum ada yang menguji secara
eksperimental.
Seandainya apa yang dikemukakan dua teori tersebut benar,
tetapi belum mampu menjelaskan bagaimana dan dari mana kehidupan diplanet bumi
ini pertama kali muncul. Yang perlu diingat adalah bahwa kehidupan adalah tidak
hanya menyangkut masalah replikas; (penggandaan diri) atau masalah kehidupan
biologis saja, tetapi juga menyangkut masalah kehidupan rohani. Tentang teori
asal usul kehidupan yang menyatakan organisme pertamakali terbentuk dilautan
bisa dipahami dari sudut biologi, karena molekul-molekul organik yang merupakan
sop purba itu tertumpuk dilaut.
EmoticonEmoticon